Teks Khutbah Lebaran 1446 H/2025 M: Membangun Eksklusif Berintegritas

Sejumlah umat muslim melaksanakan ibadah Salat Idul Fitri 1445 H di wilayah Jatinegara, Jakarta, Rabu (10/4/2024).
Sejumlah umat muslim melaksanakan ibadah Salat Idul Fitri 1445 H di wilayah Jatinegara, Jakarta, Rabu (10/4/2024). Foto: Grandyos Zafna

Daftar Isi

Jakarta

Khutbah Idul Fitri tergolong rangkaian salat Id yang dihukumi sunnah. Khatib akan menyodorkan khutbah tepat sesudah salat berakhir.

Advertisement

Khutbah Idul Fitri lazimnya berisi pesan dan pesan yang tersirat yang memperkuat keimanan usai puasa Ramadan. Khutbah ditutup dengan doa.

Baca juga: Sholat Idul Fitri Jam Berapa? Ini Waktu dan Tata Caranya

Berikut naskah khutbah Idul Fitri yang disusun oleh Prof. Dr. KH M. Asrorun Niam Sholeh, MA, Ketua MUI Pusat Bidang Fatwa dan Pengasuh Pesantren al-Nahdlah Depok. Naskah khutbah salat Idul Fitri ini akan disampaikan di Masjid Baitul Hasib Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) hari ini, Senin (31/3/2025).

Kiai Niam akan menyodorkan khutbah berjudul Membangun Pribadi Berintegritas: Dari Hati yang Bersih Menuju Tindakan Berintegritas.

Khutbah Idul Fitri 1446 H/2025 M

Khutbah Pertama

الله أكبر الله أكبر الله أكبر — الله أكبر الله أكبر الله أكبر — الله أكبر الله أكبر الله أكبر

الحمد لله وَحْدَهُ صَدَقَ وَعْدَهُ وَنَصَرَ عَبْدَهُ وَأَعَزَّ جُنْدَهُ وَهَزَمَ الأَحْزَابَ وَحْدَهُ أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلهَ إِلاَّ الله وَحْـدَهُ لاَ شَـرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُـوْلُهُ لَا نَبِيَّ بَعْدَهْ. اَللَّهُمَّ صَّلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ ابْنِ عَبْدِ اللهْ وَعَلَى الِهِ وَأَصْـحَابِهِ ومَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانِ إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَة
أَمَّا بَعْدُ: فَيَا مَعَاشِرَ الْمُسْلِمِيْنَ أُوصِيْكُمْ وَإِيَّايَ بِتَقْوَا اللهَ فَقْدْ فَازَ الْـمُتَّقُوْنَ. وَقَدْ قـَالَ اللهُ تَعاَلَى فِي الْـقُرْاَنِ الْكَرِيْمِ: ” وَإِذَا سَأَلَكَ عِبَادِي عَنِّي فَإِنِّي قَرِيبٌ ۖ أُجِيبُ دَعْوَةَ الدَّاعِ إِذَا دَعَانِ ۖ فَلْيَسْتَجِيبُوا لِي وَلْيُؤْمِنُوا بِي لَعَلَّهُمْ يَرْشُدُونَ ” (البقرة: 186) وقال النبي: “اِتَّقِ اللهَ حَيْثُمَا كُنْتَ وَأَتْبِعِ السَّيِّئَةَ اْلحَسَنَةَ تَمْحُهَا، وَخَالِقِ النَّاسَ بِخُلُقٍ حَسَنٍ. (رواه الترمذي)

Allahu Akbar Allahu Akbar Allahu Akbar wa Lilahil Hamd
Hadirin, Jamaah Shalat ‘Id -rahimakumullah-

Marilah dalam potensi memulai bulan Syawal 1446 H/2025 M ini, kita bantu-membantu mengembangkan ketakwaan kita terhadap Allah SWT dengan senantiasa berupaya melaksanakan segala perintah-Nya dan terus berupaya meninggalkan larangan-Nya.

Allahu Akbar Allahu Akbar Allahu Akbar wa Lilahil Hamd
Hadirin, Jamaah Shalat ‘Id -rahimakumullah-

Hari ini seluruh semesta bertakbir, mengagungkan asma Allah SWT, dan pada sewaktu yang serupa kita mengakui akan kecilnya kita di hadapan Sang Maha Pencipta, seberapa tinggi kekuasaan dan jabatan kita. Di hari yang fitri ini, umat Islam seluruh dunia menyambutnya dengan sarat suka cita. Gema takbir mengumandang di seluruh jagad. Jutaan bunyi manusia, desiran ombak, tiupan angin, gerakan tetumbuhan, binatang, seluruhnya mengumandangkan takbir memuji kebesaran-Nya.

وَلِتُكَبِّرُوا اللَّهَ عَلَىٰ مَا هَدَاكُمْ وَلَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ

“Dan hendaknya kau bertakbir mengagungkan nama Allah atas hidayah yang diberikan padamu dan mudah-mudahan kau bersyukur (al-Baqarah: 185)

Allahu Akbar Allahu Akbar Allahu Akbar wa Lilahil Hamd
Hadirin, Jamaah Shalat ‘Id -rahimakumullah-

Alhamdulillah, selama sebulan sarat kita berada di Madrasah Ramadhan, suatu kawah candradimuka untuk penempaan diri selaku pembuktian ketaatan dan ketertundukan kita terhadap Ilahi Rabbi. Hubungan hamba dengan Rabbnya, yang dimanifestisikan dalam janji melakukan kewajiban. Puasa Ramadhan mengajarkan kedisiplinan soal waktu, mengajarkan kejujuran, mengajarkan keikhlasan, menghindarkan diri dari yang syubhat dan meragukan; membangun tenggang rasa dan solidaritas terhadap sesama, dengan janji membuatkan untuk kebahagiaan bersama. Semua nilai-nilai luhur itu ditanamkan dengan contoh pembiasaan, selama sarat satu bulan.

Hari ini kita masuk pada fase inaugurasi, hari raya Idul Fitri, menandai berakhirnya training diri. Jika dijalankan dengan sarat keimanan dam keikhlasan, maka dosa kita akan diampuni oleh Alah SWT. Dalam hadits yang sungguh kondang disebutkan:

من صام رمضان ايمانا واحتسابا غفر له ما تقدم من ذنبه. )رواه الشيخان (

“Barang siapa yang berpuasa Ramadhan dengan sarat dogma dan mengharap Ridha Allah, dosanya yang sudah lampau diampuni”. (HR. al-Bukhari dan Muslim)

Jika sudah diampuni, maka diri kita kembali kembali ke fitrah dan jati diri, jati diri kemanusiaan kita sewaktu dilahirkan, sebagaimana diterangkan dalam hadis lainnya:

فمن صامه وقامه إيماناً واحتسابا خرج من ذنوبه كيوم ولدته أمه (رواه النسائي)

“Barang siapa pun yang berpuasa dan qiyam Ramadhan dengan sarat keimanan dan mengharap ridha Allah maka ia akan keluar seumpama orang yang gres dilahirkan ibunya”.

Ini memiliki arti orang tersebut kembali terhadap fitrahnya. Inilah mengapa hari raya sesudah puasa disebut selaku Idul Fitri, yang artinya kembali terhadap fitrahnya atau kembali terhadap kesuciannya, sebagaimana suci bayi. Kita berharap mudah-mudahan semua ibadah kita selama satu bulan itu diterima dan dicatat oleh Allah swt selaku amal saleh dan tulus semata-mata lantaran Allah.

Allahu Akbar Allahu Akbar Allahu Akbar wa Lilahil Hamd
Hadirin, Jamaah Shalat ‘Id -rahimakumullah-

Setelah sebulan kita melaksanakan ibadah ramadhan, dan sesudah melaksanakan Takbir selaku pengagungan asma Allah SWT serta ibadah zakat fitri, maka kita semua hari ini berharap sanggup menyempurnakan ibadah dengan berhari raya idul fitri. Esensi dari Idul Fitri di bulan Syawwal ini merupakan semangat saling memaafkan, kerelaan hati untuk mengakui kesalahan untuk kemudian membuka diri untuk saling memberi dan menerima.

Sikap saling memaafkan memiliki korelasi yang sungguh erat dengan ibadah puasa. Ibadah puasa memiliki tujuan penciptaan pribadi yang taqwa, sementara sifat pemaaf mendekatkan pada ketaqwaan, sebagaimana firman-Nya:

وَاَنْ تَعْفُوْٓا اَقْرَبُ لِلتَّقْوٰىۗ وَلَا تَنْسَوُا الْفَضْلَ بَيْنَكُمْ ۗ اِنَّ اللّٰهَ بِمَا تَعْمَلُوْنَ بَصِيْرٌ (البقرة: 237)

“Dan permaafan kau itu lebih bersahabat pada taqwa, dan janganlah kau lupakan keunggulan antara kalian. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui atas apa yang kau lakukan”.

Dengan demikian, kesempurnaan fitrah yang kita kehendaki ini merupakan dengan saling menampilkan maaf antar sesama, sebesar apapun dosa itu. Penghapusan dosa terhadap Allah jauh lebih gampang dari pada dosa terhadap manusia. Hal ini lantaran insan menjurus untuk tidak berbuat baik, respon nafsunya. Untuk itu, lewat saat-saat ‘Idul Fitri, kita buka pintu maaf seluas-luasnya, terhadap siapapun, dengan tanpa syarat apapun.

Allahu Akbar Allahu Akbar Allahu Akbar wa Lilahil Hamd
Hadirin, Jamaah Shalat ‘Id -rahimakumullah-

Idul Fitri merupakan suatu inaugurasi atas kesucian diri, sesudah penempaan mental spiritual kita secara pribadi, menjadi pribadi dengan keimanan kuat, kepercayaan kokoh, dan hati yang bersih. Instrumen ibadah Ramadhan dan Idul Fitri itu mesti bermetamorfosis dalam integritas diri; dalam ucapan dan tindakan, yang senantiasa melahirkan kebaikan bagi sesama. Bukan cuma terhadap sesama manusia, namun terhadap sesama makhluk ciptaan-Nya.

Integritas diri yang dihasilkan dari Ibadah Ramadhan setidak termasuk tiga hal; (i) janji mempertahankan lisan; (ii) janji kejujuran dan kedisiplinan; serta (iii) mempertahankan diri dari yang syubhat dan melanggar etika.

Yang pertama, Integritas diri dimulai dengan janji mempertahankan verbal kita biar senantiasa berkata benar, adil, dan tidak menipu. Hubungan kita dengan Allah dan korelasi kita dengan sesama mesti seimbang, tidak boleh timpang. Dengan Allah SWT baik, bersungguh-sungguh shalat dan seluruh ibadah mahdlah terlaksananya secara baik, namun dengan kerabat, tetangga, ataupun sobat kurang baik, ini tidak dibenarkan. Puasa kita akan tidak bermanfaat sungguhpun kita tunaikan secara baik, seluruh syarat rukunnya kita jaga, jikalau ternyata kita tidak mempertahankan verbal dan langkah-langkah kita menyakiti sesama. Warning nabi saw:

مَنْ لَمْ يَدَعْ قَوْلَ الزُّورِ وَالْعَمَلَ بِهِ فَلَيْسَ لِلَّهِ حَاجَةٌ فِى أَنْ يَدَعَ طَعَامَهُ وَشَرَابَهُ

“Barang siapa yang tidak meninggalkan perkataan dan perbuatan kotor, maka Allah SWT tidak perlu ia meninggalkan makan dan minum”.

Dalam praktek kehidupan keseharian kita, sering kali kehormatan dan keamanan diri terletak pada kemampuannya dalam menertibkan lisan. Dalam maqolah arab disebutkan:

سلامة الإنسان في حفظ اللسان

“Keselamatan insan itu terdapat pada ia mempertahankan lisannya”.

Ini menampilkan terhadap kita bahawa sewaktu seseorang bisa mempertahankan lisannya dari perkataan yang tidak baik maka ia akan selamat, baik hidup di dunia maupun di akhirat, dan sebaliknya sewaktu seseorang tidak dapat mempertahankan lisannya dari perkataan yang tidak baik, maka hidupnya tidak akan selamat, baik hidup di dunia maupun hidup di akhirat.

Selain itu, Nabi Muhammad SAW bersabda :

من كان يؤمن بالله واليوم الآخر فليقل خيرًا أو ليصْمُت

“Barang siapa yang beriman terhadap Allah dan Hari Akhir, maka hendaknya katakanlah perkataan yang baik, atau lebih baik diam”.

Dalam konteks masa digital seumpama hari ini, kesanggupan mempertahankan verbal sanggup termanifestasikan dalam kehati-hatian kita dalam bikinan konten di media digital, khususnya media sosial, termasuk komentar, like, subscribe, dan penyebaran konten-konten yang berisi hoax, fitnah, ghibah, dan hal-hal yang tidak sejalan dengan ketentuan agama serta bisa jadi merugikan orang lain.

Tidak jarang timbul dilema yang dapat mengusik harmoni, bahkan mencelakakan diri, lantaran bermula dari verbal yang tak terjaga. Karena verbal dan jempol yang tidak terkontrol, bisa menjerumuskan seseorang ke dalam dosa dan hina, bahkan bisa berhadapan dengan aturan dan rampung di penjara.

Saat saat-saat balik kampung lebaran; berjumpa dengan keluarga, dan sanak saudara, tujuan khususnya merupakan silaturrahim, merekatkan korelasi kekeluargaan. Akan tetapi, tujuan mulia silaturrahim bisa sirna cuma lantaran verbal yang tak terjaga. Karena itu, potongan dari taruhan integritas kita merupakan jaga verbal kita, dengan cara tidak menjelek-jelakan orang lain, tidak menyakiti perasaan orang lain, tidak melaksanakan body shaming terhadap orang lain, dan tidak mencibir orang lain. Karena orang yang mencibir belum tentu ia lebih mulia di hadapan Allah. Allah SWT berfirman dalam QS al-Hujurat ayat 11:

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ لَا يَسْخَرْ قَوْمٌ مِّن قَوْمٍ عَسَىٰٓ أَن يَكُونُوا۟ خَيْرًا مِّنْهُمْ وَلَا نِسَآءٌ مِّن نِّسَآءٍ عَسَىٰٓ أَن يَكُنَّ خَيْرًا مِّنْهُنَّ ۖ وَلَا تَلْمِزُوٓا۟ أَنفُسَكُمْ وَلَا تَنَابَزُوا۟ بِٱلْأَلْقَٰبِ ۖ بِئْسَ ٱلِٱسْمُ ٱلْفُسُوقُ بَعْدَ ٱلْإِيمَٰنِ ۚ وَمَن لَّمْ يَتُبْ فَأُو۟لَٰٓئِكَ هُمُ ٱلظَّٰلِمُونَ

Hai orang-orang yang beriman, janganlah sekumpulan orang pria merendahkan kumpulan yang lain, boleh jadi yang ditertawakan itu lebih baik dari mereka. Dan jangan pula sekumpulan wanita merendahkan kumpulan lainnya, boleh jadi yang direndahkan itu lebih baik. Dan janganlah suka mencela dirimu sendiri dan jangan mengundang dengan gelaran yang mengandung ejekan. Seburuk-buruk panggilan merupakan (panggilan) yang jelek sesudah dogma dan barangsiapa yang tidak bertobat, maka mereka itulah orang-orang yang zalim.

Allahu Akbar Allahu Akbar Allahu Akbar wa Lilahil Hamd
Hadirin, Jamaah Shalat ‘Id -rahimakumullah-

Yang kedua, janji kejujuran. Kita dituntut untuk senantiasa berlaku jujur dalam setiap faktor kehidupan, baik dalam korelasi pribadi, keluarga, pekerjaan, maupun masyarakat. Rasulullah SAW juga mengajarkan kita untuk senantiasa mempertahankan kejujuran dan amanah, lantaran dalam kejujuran terdapat keberkahan.

Dalam suatu hadits, Rasulullah SAW bersabda:

عَلَيْكُمْ بِالصِّدْقِ فَإِنَّ الصِّدْقَ يَهْدِي إِلَى الْبِرِّ وَإِنَّ الْبِرَّ يَهْدِي إِلَى الْجَنَّةِ وَمَا زَالَ رَجُلٌ يَصْدُقُ وَيَتَحَرَّى الصِّدْقَ حَتَّى يُكْتَبَ عِندَ اللَّهِ صِدِّيقًا.

“Kalian mesti berlaku jujur. Karena bahwasanya kejujuran itu akan menenteng terhadap kebaikan, dan kebaikan akan menenteng terhadap surga. Seseorang yang senantiasa berkata jujur dan berupaya mempertahankan kejujuran akan dicatat selaku orang yang sungguh jujur di segi Allah.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Puasa mengajarkan nilai kejujuran yang ditanamkan dalam diri setiap orang yang berpuasa. Setiap orang yang berpuasa lantaran Allah, ia jujur kapan memulai dan kapan mengakhiri. Tidak berani untuk khianat, dengan meminimalisir durasi waktu, walau sedetik saja. Tak ada yang mengenali hakekat puasanya setiap kita kecuali diri kita dan Allah SWT. Karena itulah Allah SWT menampilkan respon Istimewa terhadap ibadah puasa, dalam hadis qudsinya:

كل عمل ابن آدم له إلا الصوم فإنه لي وأنا أجزي به )رواه البخاري (

“Setiap amalan insan merupakan untuknya kecuali puasa, alasannya merupakan ia hanyalah untukku dan Akulah yang hendak menampilkan ganjaran padanya secara eksklusif “. (HR Bukhari).

Bagaimana firman itu dipahami? Imam An-Nawawi sudah menyebutkan beberapa pertimbangan para Ulama salaf dalam klarifikasi perihal hal ini. Dijelaskan bahwa puasa merupakan ibadah yang cuma dijalankan untuk Allah SWT semata, tidak ada orang musyrik yang mendekatkan diri terhadap berhala-berhala mereka dengan cara berpuasa. Ibadah puasa juga jauh dari riya’ (pamrih, ingin dilihat orang) lantaran sifatnya yang tersembunyi. Tidak ada yang mengenali hakekat puasa kecuali dirinya dan Allah SWT. Puasa berlainan dengan shalat, zakat, dan juga haji, yang memungkinkan orang menunaikannya lantaran pamrih manusia.

Salah satu sifat jujur yang diapresiasi merupakan kejujuran untuk mengakui kesalahan. Tidak ada seorangpun terbebas dari kesalahan dan dosa; baik penguasa maupun rakyat jelata; ulama dan orang awamnya; pejabat maupun pegawainya. Seluruh kita pernah berbuat salah dan dosa, baik dosa terhadap Pencipta maupun terhadap sesama manusia. Namun, sebaik mungkin orang yang bersalah merupakan orang yang bertaubat. Nabi saw bersabda:

كُلُّ بَنِي آدَمَ خَطَّاءٌ وَخَيْرُ الْخَطَّائِينَ التَّوَّابُونَ

“Setiap anak adam itu memiliki kesalahan, dan sebaik-baik orang yang salah merupakan mereka yang bertaubat” (HR. Ahmad dan Ibn Majah)

Imam al- Nawawi dalam kitab Al-Adzkar (2/845) menjelaskan, ada 3 (tiga) syarat dalam melaksanakan taubat nasuha atas dosa yang dijalankan terhadap Allah:

اعلم أن كل من ارتكب معصية لزمه المبادرة إلى التوبة منها ، والتوبة من حقوق الله تعالى يشترط فيها ثلاثة أشياء : أن يقلع عن المعصية في الحال . وأن يندم على فعلها . وأن يعزم ألا يعود إليها

Ketahuilah bahwa setiap orang yang melaksanakan dosa maka wajib baginya secepatnya melaksanakan taubat (nasuha). Adapun taubat dari dosa terhadap Allah (haqqullah) ada tiga syarat; (i) berhenti dari perbuatan dosa itu saat itu juga itu juga. (ii) meratapi perbuatannya; dan (iii) berkomitmen untuk tidak mengulangi lagi.

Sementara itu, jikalau kesalahan itu terhadap sesama manusia, maka di samping ketiga syarat di atas, mesti ada syarat lain yang mesti dipenuhi, yakni membebaskan diri dari hak insan yang dizalimi dengan cara, apabila menyangkut harta dengan cara mengembalikan harta tersebut atau meminta diikhlaskan; dan apabila menyangkut non-materi seumpama memfitnah, melaksanakan ghibah, menipu, dan sejenisnya maka hendaknya meminta maaf terhadap yang bersangkutan.

Komitmen integritas diri kita diuji, sejauh mana kemauan, kesanggupan dan keberanian kita untuk mengakui kesalahan, bertaubat, dan kemudian memberi maaf terhadap orang lain, sekalipun orang lain tidak memintanya.

Dalam konteks ini, selaku orang yang memiliki kesalahan mesti apalagi dulu memiliki gagasan untuk meminta maaf. Sebaliknya, tanpa diminta, kita memiliki gagasan untuk membuka pintu maaf dan senantiasa siap memaafkan. Bisa jadi, sewaktu interaksi sosial, tergolong pekerjaan profesional kita, kita menyinggung, menyindir, dan/atau menyakiti orang lain, sengaja atau tidak sengaja, saatnya kita proaktif meminta maaf dan melaksanakan perbaikan diri. Sebaliknya, kita buka dada kita lebar-lebar untuk memaafkan orang yang bersalah terhadap kita, memfitnah kita, menjelekkan kita, tanpa mesti menanti orang lain meminta maaf. Sikap kesatria ini akan menyebabkan kemuliaan dan integritas kita, sebagaimana sabda baginda Rasulullah saw:

“مَا نَقَصَتْ صَدَقَةٌ مِنْ مَالٍ وَمَا زَادَ اللهُ عَبْدًا بِعَفْوٍ إِلاَّ عِزًّا. وَمَا تَوَاضَعَ أَحَدٌ ِللهِ إِلاَّ رَفَعَهُ اللهُ”.

“Tidaklah sedekah itu meminimalisir harta dan Tidaklah Allah memperbesar seorang yang suka memberi maaf kecuali kemuliaan, dan tidaklah seorang yang tawadlu’ (merendahkan diri) terhadap Allah kecuali ditinggikan derajatnya oleh Allah”. (HR. Muslim)

Kejujuran juga merupakan salah satu tanda ketakwaan seseorang terhadap Allah SWT, yang menjadi ciri utama dari integritas, sebagaimana diterangkan dalam Surah At-Taubah ayat 119:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَقُولُوا قَوْلًا سَدِيدًا

“Wahai orang-orang yang beriman, bertakwalah terhadap Allah dan katakanlah perkataan yang benar.”

Allahu Akbar Allahu Akbar Allahu Akbar wa Lilahil Hamd
Hadirin, Jamaah Shalat ‘Id -rahimakumullah-

Yang ketiga adalah, janji untuk perilaku wara’, mempertahankan diri dari yang syubhat, atau ketidakjelasan. Wara’ dalam bahasa Arab memiliki arti mempertahankan diri, khususnya dari problem yang tidak terang atau meragukan. Dalam konteks agama, wara’ merupakan waspada biar tidak terjerumus dalam perbuatan yang haram atau yang syubhat (meragukan). Orang yang memiliki sifat wara’ merupakan orang yang mempertahankan diri dengan sungguh hati-hati dalam setiap tindakannya, menegaskan bahwa apa yang dilakukannya sesuai dengan syariat dan tidak mendekati hal yang tidak boleh oleh Allah.

Nabi Muhammad SAW bersabda dalam suatu hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Muslim:

إِنَّ الحَلاَلَ بَيِّنٌ وَإِنَّ الحَرَامَ بَيِّنٌ وَبَيْنَهُمَا مُشَبَّهَاتٌ لا يَعْلَمُهُنَّ كَثِيرٌ مِنَ النَّاسِ فَمَنِ اتَّقَى الشُّبُهَاتِ فَقَدِ استَبْرَأَ لِدِينِهِ وَعِرْضِهِ وَمَنِ وَقَعَ فِي الشُّبُهَاتِ وَقَعَ فِي الحَرَامِ) رواه البخاري ومسلم(

“Yang halal itu jelas, yang haram itu jelas, dan di antara keduanya terdapat perkara-perkara yang syubhat yang tidak dikenali oleh pada lazimnya manusia. Barangsiapa yang mempertahankan dirinya dari perkara-perkara syubhat, maka ia sudah menyelamatkan agamanya dan kehormatannya. Dan barangsiapa yang terjatuh dalam problem syubhat, maka ia sudah jatuh dalam yang haram.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Hadits ini mengingatkan kita untuk senantiasa waspada dalam memutuskan langkah-langkah dan menyingkir dari segala bentuk yang meragukan.

Dalam konteks konsumsi, jikalau ada ketidakjelasan perihal status halal-haramnya, maka untuk kepentingan kehati-hatian, maka perlu disingkirkan hingga ada kejelasan halal-haramnya. Ketika kita memunculkan sentra kuliner menjadi salah satu destinasi untuk bersilaturrahmi, tempat berjumpa dan menjamu sanak saudara, maka mesti ditentukan sentra kuliner tersebut sudah terang kehalalannya. Pada sewaktu kita hendak memutuskan sentra penganan atau restaurant untuk makan, sementara belum terang halal-haramnya, belum ada tanda sertiikat halalnya, maka sudah semestinya kita menghindarinya, selaku upaya mempertahankan diri dari yang syubhat. Ini potongan dari sifat wara’ yang menjadi komponen penting dalam mempertahankan integritas diri, biar tidak terjerumus terhadap yang dilarang.

Demikian juga dalam konteks tindakan, khususnya dalam hal penghukuman. Jika ada keraguan dalam memperoleh bukti apakah seseorang bersalah atau tidak, maka langkah yang hati-hati merupakan mengambil jalan untuk memaafkan dan tidak menghukum. Tidak boleh memaksakan diri menghukum seseorang tanpa bukti yang meyakinkan. Ada kaedah aturan Islam yang sanggup dijadikan panduan, yaitu:

الحدود تسقط بالشبهات

Hukum gugur lantaran sesuatu yang syubhat.

Hal ini didasarkan pada hadis nabi SAW
ادرؤوا الحدود بالشبهات عن المسلمين ما استطعتم فان وجدتم المسلم مخرجا فخلوا سبيله

Hindarilah hukuman-hukuman alasannya merupakan adanya sesuatu yang syubhat (ketidakjelasan) dari orang-orang Islam semampumu. Apabila engkau menemui jalan keluar (selain hukuman), maka tempuhlan jalan itu.

Jika ada keraguan dalam pengumpulan bukti perihal praduga kesalahan, maka kita tidak boleh memaksakan diri untuk menghukum seseorang, hingga ada bukti-bukti valid yang menampilkan kesalahannya. Bahkan, sewaktu ada kesalahan, sementara orang yang bersalah tersebut mengakui dan ada janji untuk melaksanakan perbaikan, maka sedapat mungkin mencari jalan keluar perbaikan tanpa mesti dengan pendekatan penghukuman. Karenanya, kesalahan dalam menampilkan permaafan lebah baik dari pada kesalahan dalam menjatuhkan hukuman, sebagaimana kaedah aturan Islam yang bersumber dari hadis nabi saw:

الخطأ في العفو خير من الخطأ في العقوبة

“Salah dalam memaafkan lebih baik dari pada salah dalam menghukum”

Dalam konteks korelasi sosial, orang yang bersikap wara’ condong untuk lebih banyak membisu dan mendengar, menghindarkan diri dari ucapan dan perbuatan yang sia-sia. Orang yang wara’ akan waspada dalam perkataan dan perbuatannya, tidak menyebarkan kebohongan atau fitnah. Ia akan menegaskan bahwa kata-katanya tidak mengarah terhadap hal yang menghancurkan atau menyesatkan orang lain. Rasulullah saw mengingatkan kita:

مَن لَمْ يَدَعْ قَوْلَ الزُّورِ وَالْعَمَلَ بِهِ فَلَيْسَ لِلَّهِ حَاجَةٌ فِي أَنْ يَدَعَ طَعَامَهُ وَشَرَابَهُ) رواه البخاري(

“Barangsiapa yang tidak meninggalkan perkataan dusta dan perbuatan dengannya, maka Allah tidak memerlukan puasa orang tersebut.” (HR. Bukhari)

Dalam pelayanan sosial, orang yang bersikap wara’ condong menampilkan fasilitas dalam urusan orang lain, serta menutup malu orang lain dengan tidak mengumbarnya menjadi materi gunjingan. Ini sejalan dengan tuntunan Rasulullah saw:

وَمَنْ يَسَّرَ عَلَى مُعْسِرٍ، يَسَّرَ اللهُ عَلَيْهِ فِي الدُّنْيَا وَالآخِرَةِ. وَمَنْ سَتَرَ مُسْلِماً سَتَرَهُ اللهُ فِي الدُّنْيَا وَالآخِرَةِ. وَاللهُ في عَوْنِ العَبْدِ مَا كَانَ العَبْدُ فِي عَوْنِ أَخِيْهِ.

“Barangsiapa yang memberi fasilitas orang yang kesulitan, maka Allah akan memberi fasilitas baginya di dunia dan akhirat. Barang siapa yang menutup malu seorang muslim, maka Allah akan menutup aibnya di dunia dan di akhirat. Siapa saja yang menolong saudaranya, maka Allah akan menolongnya sebagaimana ia menolong saudaraya. (HR. Muslim)

Allahu Akbar Allahu Akbar Allahu Akbar wa Lilahil Hamd
Hadirin, Jamaah Shalat ‘Id -rahimakumullah-

Sebagai catatan final khutbah ini, usai Ramadhan, akan ada sebelas bulan ke depan selaku cobaan lapangan atas kegagalan dan/atau kesuksesan Diklat Ramadhan yang sudah kita tempuh dalam sebulan. Jangan hingga puasa kita tak memperoleh apa-apa, kecuali cuma sekedar lapar dan dahaga. Sebagaimana disindir oleh baginda Rasulillah saw dalam hadisnya:

كم من صائم ليس له من صومه إلا الجوع والعطش

“Berapa banyak orang berpuasa tidak memperoleh apa-apa dari puasanya selain lapar dan dahaga,” (HR An-Nasai dan Ibnu Majah).

Puasa yang bermutu merupakan puasa istimewa yang sanggup diraih bukan sekadar memindah waktu makan dan minum, namun juga menertibkan nafsu, bisa mempertahankan lisan, membiasakan kejujuran, dan sifat wara’ dalam kehidupan. Mari kita manfaatkan saat-saat pasca Ramadhan untuk terus membangun peribadi berintegritas. Puasa yang sudah kita jalani semestinya menjadi bekal untuk hidup yang lebih baik, mempertahankan lisan, lebih jujur, amanah, wara’ dan sarat dengan susila yang mulia. Semoga Allah SWT senantiasa menampilkan kita kekuatan untuk mempertahankan integritas dan terus memperbaiki diri dalam setiap faktor kehidupan.

بَارَكَ اللهَ لِي وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ وَنَفَعَنِي وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ اْلآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ وَ جَعَلَنَا اللهُ مِنَ الْعَائِدِيْنَ وَالْفَائِزِيْنَ ، وَقُلْ رَبِّ اغْفِرْ وَارْحَمْ وَأَنْتَ خَيْرُ الرَّاحِمِيْنَ.

Baca juga: Selamat Lebaran! Ini 40 Twibbon Kartu Ucapan Idul Fitri 2025 Gratis

20D

Video: TPU Karet Bivak Ramai Peziarah, Penjual Bunga-Air Mawar Raup Untung

20D

Video: TPU Karet Bivak Ramai Peziarah, Penjual Bunga-Air Mawar Raup Untung


khutbah idul fitriidul fitri 2025lebaran 2025khutbahsalat id

Keep Up to Date with the Most Important News

By pressing the Subscribe button, you confirm that you have read and are agreeing to our Privacy Policy and Terms of Use
Add a comment Add a comment

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Previous Post

Desain Unik Wondr By Bni Sabet Penghargaan If Design Award 2025

Next Post

Liga Thailand: Tim Arhan Menang, Asnawi Main Full Namun Port Fc Kalah

Advertisement