
Jakarta –
Asosiasi Blockchain Indonesia (ABI) dan Asosiasi Pedagang Aset Kripto Indonesia (Aspakrindo) kembali menyelenggarakan agenda tahunan Bulan Literasi Kripto (BLK) selaku belahan dari janji industri dalam mengembangkan edukasi aset digital.
Asosiasi juga menggandeng Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk memperkuat upaya literasi dan mendorong pengertian yang lebih luas tentang aset kripto dan teknologi blockchain di Indonesia.
Selain itu OJK memantau industri aset kripto guna memutuskan derma konsumen, keselamatan transaksi, serta transparansi dalam ekosistem aset keuangan digital.
Sejak 10 Januari 2024, sesuai amanat Undang-Undang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK), pengaturan dan pengawasan aset kripto resmi beralih dari Bappebti ke OJK.
“Kami memastikan pentingnya transparansi dan derma pelanggan dalam mempertahankan keyakinan publik kepada industri ini,” ujar Kepala Departemen Pengaturan dan Perizinan Inovasi Teknologi Sektor Keuangan, Aset Keuangan Digital dan Aset Kripto (IAKD) OJK, Djoko Kurnijanto dalam pemberitahuan tertulis, Senin (3/3/2025).
Data mengobrol bahwa tingkat literasi keuangan di Indonesia masih tergolong rendah, dengan literasi keuangan lazim sebesar 65%, literasi keuangan digital sekitar 45% dan pengertian global kepada aset kripto cuma meraih 31,8%.
“Kami menekankan pentingnya riset berdikari (Make Your Own Research) sebelum melakukan investasi dalam aset kripto,” tutur Djoko.
Direktur Pengawasan Aset Keuangan Digital dan Aset Kripto OJK, Uli Agustina memastikan bahwa OJK memiliki dua fungsi utama adalah selaku regulator dan selaku pengawas market conduct untuk derma konsumen.
“Kami tidak cuma melakukan pengawasan pasca kejadian, tapi juga menitikberatkan pada literasi dan edukasi lewat agenda menyerupai Bulan Literasi Kripto, Bulan Fintech, dan banyak sekali inisiatif digital lainnya,” terang Uli.
Sebagai belahan dari janji kepada transparansi dan keamanan, Indodax bareng OJK dan perkumpulan terus mendukung banyak sekali agenda literasi keuangan, tergolong edukasi publik tentang investasi aset kripto yang kondusif dan terverifikasi.
Penegakan aturan dan pencegahan kejahatan digital di halaman berikutnya. Langsung klik
Kasubdit III Dittipideksus Bareskrim Polri, Komisaris Besar Pol. Robertus Yohanes De Deo Tresna Eka Trimana, menyinari tiga klasifikasi utama dalam kaitannya dengan aset kripto yaitu selaku subjek kejahatan, fasilitas kejahatan dan objek kejahatan.
“Kolaborasi antara regulator, pelaku industri dan penegak aturan sungguh penting untuk menghambat modus kejahatan menyerupai investasi bodong dan pembersihan duit lewat aset digital,” ujarnya.
Robert menerangkan bahwa industri aset digital meningkat pesat dan memiliki potensi menjadi fasilitas pembersihan uang.
“Kami sudah melakukan banyak sekali kajian sejak 2009 ihwal penggunaan aset digital dalam kejahatan finansial. Oleh sebab itu, pembicaraan dan pertukaran pemberitahuan antara regulator, pelaku industri dan penegak aturan menjadi kunci dalam mitigasi risiko ini,” tambahnya.
Kanit 2 Subdit 2 Dittipidsiber Bareskrim Polri, AKBP Irvan Reza menyertakan bahwa walaupun anonimitas dalam aset digital menjadi tantangan, pemeriksaan kejahatan berbasis blockchain justru lebih gampang ketimbang metode pembersihan duit konvensional. Ia mengingatkan bahwa tantangan utama dalam keselamatan siber kadang-kadang berasal dari aspek insan dan bukan cuma dari metode IT itu sendiri.
“Kami terus mengembangkan mitigasi risiko dengan banyak sekali pihak terkait, tergolong penyedia layanan aset kripto. Walaupun metode IT tidak pernah betul-betul aman, pelaku industri di Indonesia sudah berupaya menerapkan keselamatan terbaik,” jelasnya.
literasi kriptoaset digitalojkblockchainedukasi keuanganperlindungan konsumeninvestasi kripto