
Jakarta – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Badan Pusat Statistik (BPS) mengungkap bahwa indeks literasi keuangan dan inklusi keuangan generasi Z atau Gen Z menjadi yang paling rendah secara nasional.
Kepala Eksekutif Pengawas Perilaku Pelaku Usaha Jasa Keuangan, Edukasi, dan Pelindungan Konsumen Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Frederica Widyasari Dewi menyampaikan untuk kalangan usia 15 tahun hingga 17 tahun menjadi yang paling rendah untuk tingkat literasi dan inklusi keuangan.
Dalam survei yang dijalankan BPS, indeks literasi keuangan kalangan umur 15-17 tahun secara komposit cuma 51,70%, konvensional 51,50% dan syariah 25,54%. Sementara indeks inklusi keuangannya komposit 57,96%, konvensional 57,16% dan syaroah 6,61%.
“Secara lazim masih diinginkan tingkat literasi dan inklusi untuk kalangan 15 hingga 17 tahun, ini pelajar ya,” kata perempuan yang bersahabat disapa Kiki dalam pertemuan pers, di kantor BPS, Jakarta Pusat, Jumat (2/8/2024).
Selain kalangan umur itu, tingkat literasi dan inklusi keuangan rendah juga terjadi pada umur 51 hingga 79 tahun. Tingkat literasi keuangan secara komposit 52,51%, konvensional 52,24% dan syariah 26,76% dan tingkat inklusi keuangan secara komposit 63,55%, konvensional 61,89% dan syariah 12,03%
Untuk umur 18 hingga 25 tahun tingkat literasi dan inklusi keuangannya mencakup menengah adalah dengan komposit literasi keuangan 70,19% dan inklusi keuangan 79,21%.
Sementara tingkat literasi dan inklusi keuangan yang tertinggi adalah kalangan usia 26 hingga 35 tahun adalah dengan komposit indeks literasi keuangannya 74,82% dan indeks inklusi keuangannya 84,28%.
Serta usia 36 hingga 50 tahun dengan komposit indeks literasi keuangannya 71,72% dan indeks inklusi keuangannya 81,51%.
Penyebab Literasi dan Inklusi Keuangan Gen Z Terendah
Kiki mengungkap walaupun generasi z tersebut sungguh melek akan digitalisasi, namun belum cukup mengenali terkait wawasan terkait keuangan.
“Ini concern kita. Kaprikornus mereka itu lebih bahaya. Itu mereka secara digital itu literate, jempolnya canggihnya ke mana mana. Tetapi secara financially mereka belum literate. Mereka sungguh mudah mengakses (keuangan) namun mereka nggak paham,” ungkap Kiki.
Generasi Z yang literasi keuangannya rendah maka acap kali menempuh jalan pendek untuk menyanggupi gaya hidupnya. Kiki mencontohkan bahwa ada kasus anak muda yang sekarang nekat membuka sumbangan online cuma untuk nongkrong.
“Misalnya mereka butuh sesuatu untuk menyanggupi FOMO dan YOLO, namun mereka nggak financially literate. Ini bahaya. Saya sanggup info, belum dewasa mudah ini yang terjerat pinjol dan lalu beranak (utangnya), itu sebab saat ia makan di cafe dengan gaya hidupnya, tiba-tiba tahu nggak cukup uangnya. Dengan jempol yang cepat pinjam online yang cair dalam waktu 15 menit. Itu ternyata menggulung (utangnya) dan terjerat dalam utang,” terang dia.