
Jakarta –
Pemerintah masih merevisi Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 35 Tahun 2018 tentang Percepatan Pembangunan Instalasi Pengolah Sampah Menjadi Energi Listrik Berbasis Teknologi Lingkungan. Pengelolaan sampah menjadi salah satu hal yang diinstruksikan Presiden Prabowo Subianto.
Menteri Koordinator Bidang Pangan Zulkifli Hasan (Zulhas) mengatakan, revisi hukum akan mempersingkat perizinan pembangunan kawasan pengelolaan sampah menjadi energi, dalam hal ini teknologi incinerator di Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSa). Revisi perpres itu dibutuhkan akibat paling lambat bulan depan.
“Kalau dahulu jika mau bangun pabrik atau industri atau incinerator untuk pengelolaan sampah itu, maka ia mesti lewat perizinannya mulai dari DPRD, bupati, gubernur. Setelah akibat mengenai TPIP masuk lagi nanti dengan Menteri Keuangan, yang itu subsidinya,” ungkapnya dalam pertemuan pers di Kantor Kemenko Pangan di Jakarta Pusat, Jumat (11/4/2025).
Baca juga: Zulhas Kaget Lihat Tumpukan Sampah di Bantargebang Setinggi Gedung 20 Lantai |
“Setelah akibat dari situ nanti Menteri Lingkungan lagi, akibat dari situ nanti gres Menteri ESDM lagi, akibat dari situ nanti gres ke PLN, ini kita pangkas,” sambung Zulhas.
Nantinya penanam modal dapat pribadi mengurus perizinan ke Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) kemudian ke PLN saja. Sebagai informasi, dengan menggunakan incinerator, energi panas yang dihasilkan dari proses pembakaran sampah akan menggerakkan generator yang kemudian menciptakan listrik.
Pembelian listrik dari PLTSa ditangani oleh PLN selaku perusahaan yang mendistribusikan listrik di Indonesia. Saat ini PLN berbelanja energi hijau dari PLTSa seharga US$ 13,35 sen per kWh atau setara Rp 1.800/kWh, tetapi dalam hukum modern akan naik menjadi US$ 18-20 sen per kWh.
Pada peluang itu Zulhas juga mengungkap Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (Danantara) bakal berperan dalam pengelolaan sampah. Ia mengklaim bisnis pengelolaan sampah cukup disukai penanam modal dan sudah banyak berdiri di Singapura, Korea Selatan, China, dan lain-lain.
Tak cuma memilih teknologi, Danantara juga potensial buka usaha pribadi untuk mengurus sampah, misalnya lewat bagan kolaborasi atau menggandeng penanam modal selaku mitra.
“Danantara bisa juga bisnis di situ alasannya sungguh menguntungkan atau partner atau apa, paling kurang memilih teknologi,” imbuhnya.
Sementara itu, Chief Investment Officer (CIO) Danantara Pandu Patria Sjahrir menyebut investasi pengelolaan sampah mesti tetap memperhatikan lingkungan. Seleksi kepada teknologi dan penanam modal menjadi krusial, dan diprioritaskan untuk pihak yang pernah mengurus sampah di kota besar.
Baca juga: Danantara Diharapkan Mampu Tahan Dana Asing Cabut dari Pasar Modal |
Pandu menganggap investasi ini cukup prospektif dengan perhitungan balik modal sekitar 5-6 tahun. Sampah sudah menjadi kendala di kota-kota besar menyerupai Jakarta, Surabaya, Bandung, dan lainnya.
“Kalau di mancanegara aja saya rasa itu bisa payback 5-6 tahun. Di mancanegara ya. Saya rasa mirip-mirip lah di sini. Malah di sini udah ada Bantar Gebang udah kayak 20 lantai,” sebut Pandu.
Investor dari Asia sampai Eropa disebut kesengsem menanamkan modal di sektor ini. Pandu menyebut penanam modal akan menenteng pendanaan serta membangun teknologi di Tanah Air.
“Ada beberapa saya lihat tadi dari Singapura sudah ada. Dari Jepang sudah ada, dari Korea ada, dari Cina banyak, habis itu juga dari Eropa. Kaprikornus elok kok,” tutupnya.