60% Pedagang Kaki Lima Belum Melek Keuangan Digital

Pedagang kaki lima memadati Jalan Masjid Lama tempat Pasar 16 Ilir, Palembang, Sumatera Selatan. Kawasan ini kadang-kadang macet total karana banyaknya pedagang kaki lima yang turun kejalan untuk berdagang dan juga diperparah dengan angkot yang mangkal.
Ilustrasi Pedagang Kaki Lima (Foto: Agung Pambudhy)

Jakarta – Masih banyak pelaku kerja keras mikro menyerupai pedagang kaki lima yang belum mengenal keuangan digital. Padahal di periode di saat ini, hal itu menjadi sungguh penting untuk membuatkan usaha.

Ketua Umum Asosiasi Pedagang Kaki Lima Indonesia (APKLI) Perjuangan Ali Mahsun menyodorkan di saat ini terdapat 65,4 juta pelaku ekonomi rakyat. Namun, kurang dari separuhnya masih belum melek soal literasi keuangan dan digitalisasi.

Ali mengatakan, periode gres digital ekonomi menjadi tantangan bagi pedagang kaki lima. Digitalisasi sebuah keharusan, namun di segi lain perlu diimbangi dengan literasi keuangan dan pengertian soal digital agar tidak menjadi korban.

Advertisement

“Sebagian besar pelaku ekonomi rakyat belum melek digital. Pelaku ekonomi rakyat sungguh memerlukan literasi keuangan dan pembinaan digital yang inklusif. Mereka, sebagian besar berada di pedesaan, pedalaman, dan gang-gang kota,” ujar dikutip Rabu (10/7/2024).

Menurut Ali, pedagang kaki lima yang melek digital gres sekira 40% atau setara dengan 30 juta pelaku ekonomi rakyat. Itu pun, lanjut dia, masih memadukan antara pembayaran lewat QRIS dan secara manual.

“Banyak belum melek teknologi alasannya merupakan itu pemerintah punya kewajiban memasifkan sosialisasi melibatkan banyak pihak tergolong organisasi. Supaya terjadi percepatan literasi keuangan dan pengertian soal digitalisasi,” tutur Ali.

Ali menambahkan, pentingnya pengertian soal literasi keuangan karena kedepan untuk kredit perbankan dilihat rekam transaksinya secara digital. Karena itu, beliau menganjurkan agar pemerintah menggandeng seluruh pihak untuk menggencarkan pengertian soal literasi keuangan dan pengertian digital ke para pelaku UMKM.

“Sebaran terpusat di perkotaan besar. Artinya digitalisasi 3-4 tahun terakhir belum hingga pedalaman, pedesaan. Ada 65,4 juta pelaku ekonomi rakyat UMKM di Indonesia. Sampai hari ini yang menjalankan transaksi digital belum meraih 30 juta. Masih sekitar 40 persen. Bisa dicek ke 14.500 pasar tradisional sekitar 14-15 juta pedagang, pada biasanya masih manual,” tambah Ali.

 

Baca juga: Dulu PKL, Kini Alizar Punya 16 Kios Pakaian Dalam Perempuan

 

Indra, praktisi dan juga administrator utama PT Trans Digital Cemerlang (TDC), perusahaan merchant aggregator, mengakui pangsa pasar transaksi digital khususnya pengunaan QRIS pada UMKM dan pedagang kecil sungguh besar.

Bank Indonesia (BI) mencatat transaksi quick response code Indonesia standard alias QRIS pada April 2024 berkembang 175,44 persen secara tahunan (year on year/yoy). “Based data itu, kampanye transaksi digital on the track. Namun memang mesti diakui perlu waktu untuk sanggup meraih seluruh kawasan khususnya di desa-desa,” ujarnya.

Indra menyampaikan Bank Indonesia tidak sanggup berlangsung sendiri dalam menkampanyekan transaksi digital ke seluruh pelosok negeri. Seluruh stakeholder dan perusahaan yang bergerak dibidang transaksi digital perlu menjalankan sosialisasi yang serupa masifnya dan perlu diikuti dengan kreativitas dan inovasi.

Contoh penemuan yang dijalankan perusahaannya dalam produk Posku Lite untuk pembayaran lewat QRIS pada komunitas UMKM merupakan menampilkan insentif pendampingan literasi keuangan, pelatihan dan workshop digital marketing secara berkala, dan insentif yang lain selama menjadi mitra.

“Kami relevan dengan teman komunitas di Sumatera, Tamado Grup untuk meraih UMKM dengan menjalankan kampanye UMKM Go Digital di Pematang Siantar dan Kabupaten Samosir. Dalam waktu bersahabat akan di Sabang (Aceh), Bali dan Bangka, kami telah menyasar UMKM di desa-desa,” ujarnya.

Indra menyampaikan alasaen pentingnya pendidikan dan pendampingan konsultasi keuangan terhadap UMKM merupakan dalam penyusunan pembukuan keuangan yang berkualitas. Laporan keuangan merupakan alat utama untuk mengawasi kinerja keuangan dan arus kas UMKM.

“Laporan keuangan juga menjadi alat pemilik kerja keras menghasilkan keputusan sempurna dan taktik bisnis, tergolong menawan investor. Dari segi aturan pastinya juga untuk pelaporan pajak dan pembayarannya sehingga sesuai aturan yang ada,” ujarnya.

Namun, Indra berharap perusahaan yang menjalankan pendampingan dan konsultasi keuangan digital telah memiliki ISO 9001:2015 tentang managemen mutu, ISO 37001:2016 Tentang Sistem Manajemen anti Penyuapan, dan ISO 27001:2022 tentang system keselamatan Informasi.

“Penting buat UMKM mengenali jati diri perusahaan penyedia system transaksi digital atau perusahaan yang hendak menampilkan pendampingan keuangan, salah satunya kepemilikan tiga ISO diatas, alasannya merupakan itu bab dari perlindungan untuk mereka sendiri selaku penguna,” tambahnya.

Keep Up to Date with the Most Important News

By pressing the Subscribe button, you confirm that you have read and are agreeing to our Privacy Policy and Terms of Use
Add a comment Add a comment

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Previous Post

Anggaran Rp 2,4 M Untuk Pin Emas-Jas Baru Anggota DPRD Makassar Baru Terpilih

Next Post

Bamsoet Dukung Gelaran Rapat Kesehatan Internasional JPNSC 2024

Advertisement